Horas...............

Selamat datang di Blog Bosna Sektor 46 Kota Madya Medan.
Blog ini berisi informasi tentang Sihombing Lumban Toruan, khususnya keberadaan Punguan Bosna Sektor 46 yang ada di Jln.Pintu Air IV - Simalingkar B.
Blog ini masih sangat jauh dari sempurna, namun akan terus kami perbaiki berdasarkan masukan masukan dari yang mengasihi kami.
Selamat berkunjung dan kami membutuhkan saran-saran yang membangun yang dapat lebih meningkatkan perfomance blog ini demi kita semua.
Horas...............

Minggu, 24 Oktober 2010

Tuan Hinalang


Urutan Pomparan Tuan Hinalang, Koq Rundut ya ?

Suatu hari saya mencoba membuat tarombo Borsak Sirumonggur untuk keperluan punguan BOSNA yang ada di sektor kami. Mulanya saya merasa enjoy saja, gampang koq, namun tiba pada Pomparan Tuan Hinalang, menjadi rundut (pusing).
Semua kita sepakat kalau pomparan Tuan Hinalang ada 5, namun bagaimana urutannya ?
Saya coba menggali informasi mengenai keberadaan Tuan Hinalang, dibawah ini saya coba untuk menuliskan riwayat perjalanan Tuan Hinalang semasa hidupnya.
Pada waktu masih muda, Tuan Hinalang merupakan seorang yang gemar bertualang dan terkenal sebagai jawara (datu). Tuan Hinalang pergi merantau ke Samosir, dan ditempat itu Tuan Hinalang bertemu dengan boruni Rajai boru Tamba, dan selanjutnya mereka memulai hidup baru di Samosir. Namun sampai sekian lama Tuan Hinalang belum memperoleh keturunan dari boru Tamba, sehingga pada akhirnya memutuskan untuk kembali ke Lintong Nihuta. Tanpa mereka sadari, sebenarnya saat itu boru Tamba telah mengandung (managam haroan) janin dari Tuan Hinalang, namun baik boru Tamba maupun Tuan Hinalang tidak menyadarinya, Sehingga pada saat Tuan Hinalang berangkat dari Samosir, dia meninggalkan boru Tamba dalam kondisi managam haroan (mengandung).
Akhirnya tibalah Tuan Hinalang di Lintong Nihuta, dan ditempat itu berumah tangga dengan boruni Rajai boru Manurung. Setelah beberapa lama mengandunglah boru Manurung, kemudian lahirlah seorang anak laki-laki.
Mengetahui anaknya seorang laki-laki, Tuan Hinalang sangat merasa gembira, saking senangnya dia mengambil tongkatnya dan menancapkannya ketanah, sambil berucap “Nga torang be Portibi” . {Dan belakangan tongkat Tuan Hinalang tsb tumbuh menjadi pohon yang lokasinya saat ini adalah di Pasar Lama Lintong Nihuta, di pertigaan menuju Pasar Baru dan Desa Siguri guri, sampai tahun 1990an pohon tersebut masih tumbuh dan pernah direncanakan untuk pemugaran, namun tidak jadi, dan saat ini sudah pohon tsb sudah tidak ada lagi.}
Dan itu jugalah menjadi nama anak tsb yaitu Portibi, sehingga keturunannya menyebut dengan Oppu Portibi, namun entah sejak kapan, belakangan ada yang menyebutkan menjadi Ampartibi.
Tidak berapa lama, lahirlah anaknya yang merupakan Oppung dari pomparan Oppu Satti.
Namun dasar seorang petualang yang suka berpindah-pindah,  setelah memiliki anak dia pun pergi mencari lahan pertanian baru bersama dengan boru Manurung, sedangkan Ampartibi dan Oppu Satti tinggal di Lintong Nihuta.
Setelah berkeliling-keliling tibalah Tuan Hinalang di daerah sekitar Bahal Batu dan Sibaragas sekarang, dan bertempat tinggal disitu sambil berladang.
Ditempat itu, lahirlah Datu Parulas kemudian disusul Datu Sidari.
Kembali ke Samosir, sepeninggal Tuan Hinalang boru Tamba pun melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamakan Juara Pagi. Setelah Juara Pagi mulai besar, dia bertanya tentang keberadaan Bapaknya.
Mau tidak mau, boru Tamba menceritakan hal ihwal Tuan Hinalang dan memutuskan untuk mencari Tuan Hinalang.
Pendek cerita, setelah tanya sana tanya sini, didapatlah informasi, kalau saat ini Tuan Hinalang berada di Sibaragas, tibalah mereka diperladangan Tuan Hinalang dan boru Manurung, alangkah kagetnya Tuan Hinalang melihat kedatangan boru Tamba dengan membawa seorang anak lagi, tentu saja untuk meminta pertanggung jawaban. Saat itu boru Manurung sedang tidak ada ditempat.
Akhirnya diputuskanlah membuat satu pondok untuk tempat tinggal boru Tamba dan anaknya Juara Pagi didaerah itu juga dan hari hari selanjutnya Tuan Hinalang selalu mengantarkan makanan untuk keduanya kepondok itu.
Namun yang namanya kucing-kucingan, apalagi sudah rutin, tentu saja akan ketahuan, tinggal menunggu waktu. Dan benarlah, lama kelamaan boru Manurung curiga memperhatikan makanan dirumahnya, koq cepat sekali habis padahal yang makan masih tetap itu itu juga.
Setelah dipaksa, akhirnya Tuan Hinalang mengaku dan menceritakan keadaan yang sebenarnya.
Sebagai seorang Ibu, boru Manurung tidak keberatan untuk menampung mereka berdua, tapi dengan syarat bahwa harus disepakati bahwa Juara Pagi bukan merupakan anak Siangkangan dari Tuan Hinalang, akan tetapi menjadi Siampudan. Syarat tersebut disetujui dan merekapun hidup berdampingan.

Beberapa puluh tahun kemudian ...............................................
Suatu hari, di jaman penjajahan Belanda, ada permintaan Kolonial Belanda untuk menempatkan Raja Huta sebagai wakil pemerintahan di Lintong Nihuta, dengan persyaratan Raja Huta tersebut harus merupakan keturunan Siangkangan dari par oppuan di Lintong Nihuta dan persyaratan administrasi lainnya.
Namun saat itu diantara Pomparan Siangkangan di Tuan Hinalang tidak ada yang memadai kemampuannya, yang ada hanya dari Pomparan Datu Parulas, dengan mempertimbangkan bahwa Raja Huta tidak boleh lepas dari Pomparan Tuan Hinalang, akhirnya dibuatlah perjanjian dan disepakatilah Datu Parulas sebagai siangkangan supaya Raja Huta tidak jatuh ke marga lain.
 (Penulis menyadari informasi ini belum mewakili keseluruhan informasi Tuan Hinalang, tentu masih ada beberapa versi berbeda yang perlu kita ketahui masing-masing, sehingga ada pegangan masing-masing untuk menyatakan keberadaan oppungnya ditengah-tengah belum tota nya urutan sampai saat ini, mohon dengan sangat, kalau ada cerita yang berbeda dikomentari, atau di email ke alamat diatas ) 
NB: Penulis merupakan Pomparan Ampartibi Generasi 17 tinggal di Medan.
Saat ini sebagai Sekretaris di BOSNA Sektor 46 Jln. Pintu Air IV – Simalingkar B Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar